JAKARTA-GUSDUR.NET. Histeri masyarakat dalam bentuk doa dan tahlil masih terus mengalir deras untuk sosok almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dukungan dan cinta kasih masyarakat begitu terlihat lewat beragam kegiatan yang digelar di berbagai pelosok daerah, dari mulai Jombang, Yogyakarta, Semarang serta berbagai tempat di tanah Air.
Tak heran, jika peringatan 100 hari wafatnya mantan Presiden RI ini masih tetap ramai dikunjungi ribuan pecintanya di kediaman Jl. Warung Sila-Ciganjur Jakarta Selatan pada Sabtu (10/4/2010) malam.
Yang unik, tahlil dan doa bersama kali ini turut dimeriahkan oleh pementasan ‘wayang suket' pimpinan Ki Dalang Slamet Gundono. Di samping hadir pula para undangan resmi dari berbagai instansi pemerintah, para duta besar negara sahabat, pimpinan lembaga negara dan para pemimpin agama-agama.
Dalam sambutannya mewakili Keluarga Ciganjur Inayah Wahid menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas simpati dan dukungan serta doa dan tahlil yang terus dipanjatkan oleh para pecinta, simpatisan dan pendukung Gus Dur.
"Bagi keluarga ini sungguh luar biasa, bahwa masih begitu banyak orang yang datang untuk bertahlil, membaca doa memperingati 100 hari meninggalnya Gus Dur," tutur Inayah.
Sebagai putri almarhum Gus Dur, Inayah sendiri merasakan keheranan yang luar biasa melihat ekspresi para pecinta Gus Dur yang mewujudkan kecintaannya dalam ragam ekspresi.
"Mulai dari doa, pembuatan video, pembuatan lagu-lagu, pembuatan buku, menulis komik tentang Gus Dur, semuanya banyak sekali dilakukan orang," kata Inayah heran.
Ungkapan senada juga dilontarkan oleh ketua Mahkamah Konstitusi yang juga sahabat dekat Gus Dur Mahfud MD yang menyampaikan testimoninya dalam sebuah pengantar buku bahwa ketika Gus Dur wafat, begitu banyak orang yang menangisi serta mendoakannnya berhari-hari.
"Di dunia ini sepanjang yang saya bisa lihat itu belum ada kematian seorang tokoh ditangisi oleh begitu banyak orang dan dalam rentang waktu yang panjang", cerita Mahfud.
Mahfud menambahkan juga bagaimana kematian Mahatma Gandi, J.F. Kennedy dan Khomaini yang histeri masyarakatnya tak selama bagaimana Gus Dur di doakan serta ditangisi banyak orang hingga 100 hari ini.
Sehingga ada yang mengatakan kemungkinan besok sejarah dakwah Islam di Indonesia ini akan berubah. "Kalau dulu, kita punya ikon walisongo, mungkin dua puluh atau tiga puluh tahun yang akan datang, kita sudah akan menyebut walidoso, ada sepuluh wali di Indonesia" terawang Mahfud.
Membangun Peradaban
Di tempat berbeda, peringatan 100 hari wafatnya Gus Dur juga digelar di Semarang. Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Lembaga Penerbitan Mahasiswa Justisia bekerja sama dengan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang turut menggelar peringatan 100 hari wafatnya Gus Dur bertajuk "Jejak NU di panggung Kebangsaan".
Penelusuran kiprah dan peran NU, termasuk didalamnya pemikiran Gus Dur tentu tak bisa kita lupakan begitu saja. Menurut salah satu pembicara, Sahidin, Cendekiawan NU itu memang lahir berlatar belakang pesantren sehingga NU dan pesantren tidak bisa dilepaskan. "Makanya, harus saling mengisi satu sama lainnya dan bahu membahu dalam membangun peradaban," jelas Sahidin. (wrf,j)
Sumber : www.gusdur.net